Ringkasan Makalah : Mahasiswa STAKPN




MAKALAH

RINGKASAN MATERI PAK



OLEH:
NAMA : TERNIAS BAHABOL
NIM   : 2015040072









SEKOLAH TINGGI AGAMA KRISTEN PROTESTAN NEGERI (STAKPN) BURERE SENTANI
2017








PENYUSUN 
LAKIEK ABLE SILIP, SE 
ALUMNI FEKON UNCEN 2016
=====================================

 
DAFTAR ISI

Daftar ISI

BAB I  PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang ...........................................................................   1  
B.   Tujuan PAK ................................................................................   2

BAB II ISI

A.   Pengajaran Yang Berporos Pada Kita Suci ......................................       3  
1.    Pengajaran Menurut Alkitab ....................................................    3
2.    Kitab  Ulangan 6:4-9 ..............................................................    3
3.    Injil Matius 28:20  .................................................................    3
B.   Spritualitas Guru PAK ...................................................................    5
C.   Pendidikan Agama Kristen ............................................................    7
1.    PAK .......................................................................................    7
2.    Dasar Teologis  ......................................................................    8
3.    Pendidikan Agama Dalam Alkitab ............................................    8
D.   Sejarah Perkembangan PAK  ........................................................   12
1.    Dasar PAK Masa Kuno Plato ( Kira-Kira 428 -348 S.M ) ..............   12
2.    Aristoteles ( Kira-Kira 384 -322 S.M ) .......................................   13
3.    Quintilianes  ( Kira-Kira 384 -322 S.M ) ...................................   13
4.    PAK  Dalam Gereja  Purba ( Abad Ke-2 Dan Ke-5 )...................   14
5.    PAK  Pada Abad Pertengahan ( Dari Abad Ke-6 S/D
Abad Ke – 14 ) ......................................................................    16
6.    PAK  Menjelang Reformasi  ...................................................    20
7.    PAK  Pada Zaman Reformasi Protestan....................................    22
8.    PAK  Pada Zaman Reformasi Protestan   ................................   26
9.    Ignatius Loyola, Pendidik Jalan Kehidupan Suci .......................    28
10. PAK  Di Indonesia Sejak Tahun 1955 ......................................   30


BAB III PENUTUP
A.   Kesimpulan .................................................................................   33

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................   34





 ======================================================================



BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Pengajaran merupakan serangkaian kegiatan yang diusahakan bersama oleh guru dan muridnya. Di mana guru sebagai pengajar dan anak didik sebagai pembelajar (belajar). Istilah pengajaran dalam bahasa inggris adalah instruction seperti yang diungkapkan Romiszowski (1981:4) menunjuk pada proses pengajaran berpusat pada tujuan atau goal direction teaching proses yang dalam banyak hal dapat direncanakan sebelumnya. Karena  tujuan dari proses tersebut, maka proses belajar yang terjadi adalah proses perubahan perilaku dalam konteks pengalaman yang memang sebagian besar telah dirancang. Jadi, pengajaran (instruction) ialah proses pembelajaran yang membuat orang melakukan proses belajar sesuai dengan rancangan.
       Dalam proses mengajar Guru Pak juga harus mempunyai spritualitas yang baik sehingga dapat mendidik anak dengan efektif. Seorang guru PAK harus mempelajari asal mula sejarah perkembangan Pak dari masa kuno hingga reformasi agar supaya benar-benar mengajarkan sesuai dengan kitab suci dan ajaran yang sesuai dengan materi yang termuat dalam ajaran PAK. 

B.   TUJUAN
1.   Tujuan Umum Pendidikan Agama Kristen
a.    Memimpin siswa pada pengenalan akan peristiwa-peristiwa ilahi dalam Alkitab dan pengajaran-pengajaran yang ada dalam Alkitab
b.    Membimbing siswa dengan kebenaran firman Allah yaitu Alkitab
c.    Mendorong siswa melakukan mempraktekkan ajaran-ajaran Alkitab
d.    Meyakinkan siswa tentang kebenaran-kebenaran Alkitab untuk pemecahan masalah dalam kehidupan.
        Tujuan utama Pendidikan Kristen ialah membawa peserta didik untuk mengalami perjumpaan dengan Kristus, mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh, hidup dalam keataatan serta mampu mempraktekkan imannya dalam kehidupan sehari hari.
2.   Tujuan Khusus yaitu Untuk mempelajari lebih dalam tentang PAK sehingga suatu kelak dapat dengan mudah mengaplikasikan ditengah-tengah masyarakat.

A.   PENGAJARAN YANG BERPOROS PADA KITAB SUCI
Pengajaran yang berporos pada kitab suci dimaksudkan untuk meningkatkan tingkat spiritual dan membentuk orang agar menjadi manusia yang beriman dan taat kepada Tuhan dan berahklak mulia, mencakup etika, budi pekerti dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan agama.
               Dengan demikian maka dapat dijelaskan berikut ini bagaimana pengajaran benar-benar sesuai dengan  kitab suci yaitu pertama:
1.    Pengajaran Menurut Alkitab
Allah memanggil orang percaya dalam persekutuan dengan Anak-Nya Yesus Kristus supaya memiliki iman percaya kepadaNya. Setiap orang yang sudah beriman kepada Yesus berkewajiban untuk membagikan iman tersebut agar orang yang belum percaya beroleh pengenalan akan Dia. Pengajaran akan hal ini sangatlah penting karena “mengajar  ialah menolong orang lain mempelajari sesuatu”. Objek pengajarannya ialah Yesus, mengenal siapakah Dia dan beriman kepada sang guru Agung.
              Pengajaran Kristen merupakan salah satu cara yang direncanakan Allah supaya manusia bisa mengetahui tentang diri-Nya. Guru PAK memiliki tanggung jawab dalam meneruskan pengajaran kebenaran-kebenaran tersebut. Kebenaran yang diajarkan terdapat dalam Alkitab dan Ia ingin agar disampaikan kepada semua orang.
               Kegiatan pengajaran PAK berorientasi dalam membagikan dan menerangkan kepada orang lain tentang hubungannya dengan Allah. Hal ini dilakukan untuk menolong peserta didik supaya berkembang dalam hidupnya bersama dengan Allah. Selain itu pengajaran harus menuntun peserta didik untuk mentaati Firman Allah. Di saat peserta didik taat, ia mempunyai hubungan yang benar dengan Allah.

2.    Kitab Ulangan 6:4-9
Dalam tradisi orang Israel “Shema” atau perintah Tuhan yang wajib dijalankan, karena hanya dengan pedoman itu umat tidak keluar dari pemeliharaan dan perlindungan Tuhan. Yang seutuhnya tersimpul dalam sebutan “Taurat”.
               Ulangan 6:4-9 sering disebut sebagai syema, suatu panggilan bagi Israel untuk mendengar firman Tuhan, “dengarlah..”.  “Apa yang kuperintahkan kepadamu pada hari ini haruslah engkau perhatikan, haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun. Haruslah juga engkau mengikatkannya sebagai tanda pada tanganmu dan haruslah itu menjadi lambang di dahimu, dan haruslah engkau menuliskannya pada tiang pintu rumahmu dan pada pintu gerbangmu.”(Ulangan 6:6-9)

3.       Injil Matius 28:20
            Umat Kristen adalah umat Perjanjian Baru. Dengan latar belakang Perjanjian Lama mereka hidup dalam kemurnian perintah Tuhan Yesus. Pada saat Yesus mau meninggalkan murid-muridNya kembali ke sorga, Ia pesankan dengan jelas perintah ini: “Dan ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu” (Matius 28:20).
     “John M. Nainggolan membagi empat tujuan pembelajaran PAK” dalam bukunya “Menjadi Guru Agama Kristen” yakni;
a.    Mengajarkan Firman Tuhan
        Guru PAK senantiasa mengajarkan firman Allah agar siswa memiliki patokan dalam realita kehidupannya yang akhirnya mengalami perubahan dari hari ke hari, karena firman Allah bermanfaat untuk mengajar, menyatakan kesalahan, memperbaiki kelakuan, dan mendidik orang dalam kebenaran (II Timotius  3:16) 

b.    Membawa perjumpaan dengan Kristus
Perjumpaan pribadi dengan Kristus menyebabkan suatu hubungan berubah antara manusia dengan Allah, dan antar sesamanya serta menghasilkan cara hidup yang benar. Guru berperan dalam membantu peserta didik untuk mengalami perjumpaan pribadi dengan Kristus. Apabila siswa mengalami perjumpaan dengan Yesus akan memiliki sikap mengasihi Allah dan diwujudkan melalui tutur kata, perilaku, pola pikir, dan gaya hidup yang benar dan hidup dalam iman serta ketaatan-Nya kepada Tuhan

c.    Memiliki Kemampuan dan keterampilan melalui 4 (empat) prinsip utama dalam    PAK:
1.   Learning to know
Learning to know berhubungan dengan kempampuan kognitif peserta didik. Kognitif peserta didik harus dirangsang untuk mampu berpikir, menganalisa, dan menginterpretasikan. Kaitannya dengan PAK, pendidik bertugas untuk membuat bahan pembelajaran dari Alkitab yang bisa merangsang kemampuan peserta didik yang akhirnya bisa menginterpretasikan dalam kehidupannya. Peserta didik dimampukan untuk mengetahui segala sesuatu tentang dirinya sendiri, dunianya, sesama, lingkungannya, dan pengetahuan akan Allah serta segala firman-Nya.
2.    Learning to do
Pengetahuan peserta didik yang telah diperolehnya dalam proses belajar diarahkan untuk mengaplikasikannya. Mereka harus belajar untuk melakukan firman Tuhan. Dengan demikian peserta didik dapat menjadi garam bagi dunia sebagai orang beriman.
3.    Learning to be
Learning to be menekankan pada pengembangan potensi kepribadiannya. Peserta didik diarahkan untuk memiliki integritas hidup ditengah masyarakat. Sebagi murid Kristus, peserta didik diharapkan mampu hidup seperti karakter Tuhan Yesus.
4.    Learning to life together
Peserta didik adalah makhluk individu yang hidup ditengah makhluk sosial. Berhubung karena hidup ditengah makhluk sosial peserta didik membutuhkan orang lain. Orang lain merupakan objek pengaplikasian kasih Allah dalam kehidupan sehari-hari. Dalam makhluk sosial inilah siswa mengaktualisasikan dirinya karena disitu tempat ia bertumbuh, berkembang, bahagia, tabah, dan lain sebagainya.

5.    Pembentukan Spiritualitas
   Seorang siswa yang memiliki spiritualitas yang bagus maka ia ampu memahami makna keberadaannya dan bagaimana ia berperan menjadi berkat bagi bagi orang lain serta memuliakan Allah.

4.    Dalam pelaksanaan rancangan pembelajaran harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa. Kebutuhan pribadi peserta didik yang dimaksudkan penulis ialah usianya, sosialnya, serta budayanya. Hal ini harus diperhatikan oleh guru didalam merancangkan bahan pembelajaran sebelum pelaksanaan pembelajaran dalam kelas. Dalam tugas perancangan pembelajaran PAK maka yang harus diperhatikan adalah; 
1.   Batas umur
Pengajaran agama di sekolah harus diatur menurut batas umur seperti halnya PAK untuk SD (usia 6-11 tahun), PAK untuk SLTP (12-14 tahun), PAK untuk SMA/SMK (15-18 tahun). Setiap golongan umur diatas memiliki respon iman yang berbeda.
2.    Pembagian waktu pelajaran
   Dalam penyajian setiap pelajaran agama, guru harus memperhatikan waktu. Waktu yang digunakan mulai dari awal sampai akhir pelajaran harus benar-benar dimanfaatkan untuk mentransfer pendidikan agama Kristen kepada peserta didik. Guru harus mampu membagi waktu dalam mengajar PAK mulai dari awal mata pelajaran, pertengahan, dan sampai akhir mata pelajaran.
3.    Tempat atau kelas
     Tempat sangat menentukan terjadinya proses pengajaran dalam kelas. Di sekolah harus ada ruang kelas khusus untuk setiap penyajian pendidikan agama Kristen. Karena dengan adanya kelas khusus akan lebih memfokuskan peserta didik untuk menerima pengajaran dengan baik.

4.    Rencana bahan pelajaran dan silabus
    Selama belum diterbitkan cukup bahan rencana untuk segala macam PAK, guru harus merancangkan sendiri untuk 52 minggu bersama ahli atau guru-guru PAK di sekolah-sekolah lain. Persediaan itu memang menuntut perancangan yang teliti mengenai pokok-pokoknya, bagian-bagian Alkitab yang perlu diuraikan, nas-nas yang harus dihafal, nyanyian-nyanyian yang harus dipelajari, dan lain sebagainya.
                            

2. SPRITUALITAS GURU PAK
Spiritualitas - Tischler (2002) mengatakan bahwa spiritualitas mirip atau dengan suatu cara, berhubungan dengan emosi atau perilaku dan sikap tertentu dari seorang individu. Menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.
Spiritualitas definisi dari Tischler (2002)  yaitu spiritualitas sebagai suatu hal yang berhubungan dengan perilaku atau sikap tertentu dari seorang individu, menjadi seorang yang spiritual berarti menjadi seorang yang terbuka, memberi, dan penuh kasih.
            Dari pegertian di atas dapat dijelaskan disini bahwa spritualitas Guru PAK harus lebih berbeda jauh terhadap Anak didik, spritualitasnya seorang Guru PAK harus berbeda dan ditingkatkan yaitu dengan cara yang di temukan disini.
a.    Pertama:
Memiliki dedikasi kecintaan kepada profesinya dengan memiliki pasokan energy yang berlimpah dalam segala hal yang dapat menghambatnya.
b.    Memiliki sifat yang Melayani
c.    Selalu bersedia untuk berkorban dalam menjanlakan tugas sebagai Guru PAK
d.    Selalu ingin memberi yang terbaik
e.     Lebih didengar oleh anak didiknya
f.     Anak didik merasa aman dan tentram bersama guru yang disayanginya
g.    Anak didik berusaha memberikan imbalan terbaik kapan saja mereka mau.
Kompetensi Guru PAK  yang didapat dari Spiritualitas yang Berkembang Tischler (2002) mengemukakan terdapat empat kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, yaitu :
  1. Kesadaran Pribadi (personal awareness), yaitu bagaimana seseorang  mengatur dirinya sendiri, self-awareness, emotional self-awareness, penilaian diri yang positif, harga diri, mandiri, dukungan diri, kompetensi waktu, aktualisasi diri
  2. Keterampilan Pribadi (personal skills), yaitu mampu bersikap mandiri, fleksibel, mudah beradaptasi, menunjukkan performa kerja yang baik
  3. Kesadaran Sosial (social awareness), yaitu menunjukkan sikap sosial yang positif, empati, altruism
  4. Keterampilan Sosial (social skills) yaitu memiliki hubungan yang baik dengan teman kerja dan atasan, menunjukkan sikap terbuka terhadap orang lain (menerima orang baru), mampu bekerja sama, pengenalan yang baik terhadap nilai positif, baik dalam menanggapi kritikanvaS eseorang dengan spiritualitas yang berkembang akan memiliki komponen-komponen di atas.
Setelah diuraikan beberapa kompetensi yang didapat dari spiritualitas yang berkembang, selanjutnya akan diuraikan faktor-faktor yang berhubungan dengan spiritualitas.
Faktor yang berhubungan dengan spiritualitas Dyson dalam Young (2007) menjelaskan tiga faktor yang berhubungan dengan spiritualitas, yaitu:
  1. Diri sendiri
Jiwa seseorang dan daya jiwa merupakan hal yang fundamental dalam eksplorasi atau penyelidikan spiritualitas
  1. Sesama
Hubungan seseorang dengan sesama sama pentingnya dengan diri sendiri. Kebutuhan untuk menjadi anggota masyarakat dan saling keterhubungan telah lama diakui sebagai bagian pokok pengalaman manusiawi
  1. Tuhan
Pemahaman tentang Tuhan dan hubungan manusia dengan Tuhan secara tradisional dipahami dalam kerangka hidup keagamaan. Akan tetapi, dewasa ini telah dikembangkan secara lebih luas dan tidak terbatas. Tuhan dipahami sebagai daya yang menyatukan, prinsip hidup atau hakikat hidup.

3. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
A.   PAK
Pendidikan Kristen menunjuk pada pengajaran biasa yang diberikan dalam suasana Kristiani. Namun dapat juga berarti sekolah yang dijalankan oleh gereja atau organisasi atau yayasan Kristen.
         Sedangkan PAK merupakan pendidikan yang berporos pada pribadi Tuhan Yesus Kristus dan Alkitab (firman Allah) sebagai dasar atau acuannya. Beberapa pandangan tokoh mengenai PAK, yaitu
1.    Hieronimus (345-420) PAK adalah pendidikan yang tujuannya mendidik jiwa sehingga menjadi bait Tuhan (Mat. 5:48).
2.    Martin Luther (1483-1548) PAK adalah pendidikan yang melibatkan warga jemaat untuk belajar teratur dan tertib agar semakin menyadari dosa mereka serta bersukacita dalam firman Yesus Kristus yang memerdekakan. Alkitab sebagai dasar dan Kristus pusat berita Amanat Agung (Matius 28:19-20), murid  proses PAK (2 Tim. 2:2), memuridkan hasilnya (Ef. 4: 11-13) menjadi murid dewasa.
Dari definisi Werner terdapat tiga aspek utama PAK, yakni:
1.    Deskripsi PAK
PAK merupakan proses pengajaran dan pembelajaran berdasarkan Alkitab, berpusatkan Kristus, dan bergantung pada kuasa Roh Kudus.
2.    Aspek fungsional PAK
PAK berusaha membimbing setiap pribadi ke semua tingkat pertumbuhan melalui pengajaran masa kini ke arah pengenalan dan pengalaman tentang rencana dan kehendak Allah melalui Kristus dalam setiap aspek kehidupan dan untuk memperlengkappi mereka bagi pelayanan yang efektif.
3.    Aspek Filosofis PAK
PAK merupakan proses pembelajaran dan pengajaran yang berpusatkan pada Kristus, sang Guru Agung dan perintah untuk mendewasakan para murid (Kol.2:6-7).

B.   DASAR TEOLOGIS
Dasar teologis PAK adalah alasan alkitabiah tentang pentingnya pengajaran PAK yang terdiri dari tugas, proses, dan tujuan PAK.
-      Tugas PAK yaitu mengajar (Mat. 28:19-20)
-      Proses PAK yaitu memuridkan (2 Tim. 2:2)
-      Tujuan PAK yaitu murid dewasa (Ef. 4:11-13).
-      Subjek PAK
a.    Gereja Gembala sidang gereja local bertanggung jawab mendewasakan jemaat.
b.    Keluarga Kepala keluarga bertanggung jwab dalam mengajar PAK, dapat dilakukan melalui kebaktian keluarga atau retreat keluarga.
c.    Sekolah Dalam pendidikan sekolah, guru agama bertanggung jawab mengajar Pak di sekolah melalui pelajaran agama, acara perayaan hari besar Kristen dan retreat sekolah.

C.  PENDIDIKAN AGAMA DALAM ALKITAB
        Pendidikan Agama dalam PL Pendidikan agama dalam PL dimulai dari perpindahan Abraham dari daerah sekitar sungai Efrat dan Tigris menuju Kanaan. Allah berjanji akan membuat keturunan Abraham besar (Kej. 12:2-3). Pusat pendidikan agama terletak pada keluarga, terutama ayah yang bertanggung jawab dalam pendidikan agama (Ul. 6:4-9). Pengajaran agama dalam PL berpusat pada Hukum Allah dan Kurban melalui system imamat. Allah telah memberikan sepuluh Hukum Taurat kepada umat Israel (Kel. 20:1-17) dan perintah untuk mengasihiNya (Ul.6:4-9). Melalui hukum yang diberikan Allah, umat Allah disadarkan bahwa mereka adalah orang berdosa yang memerlukan anugerah dan pengampunan dari Allah Juruslamatnya. Allah sendiri bertindak sebagai pemrakarsa dan pengajar utama pendidikan agama dalam PL (Hos. 11:1,3,4). Dalam mengajar umatNya, Allah sering menggunakan empat golongan pemimpin orang Israel, yaitu para imam (Bil. 3), para nabi (Yunus, Mikha, dsb), Kaum Bijaksana (Ams. 1-2, 6:1), dan Kaum Penyair (Mazmur). Pengajaran juga dijalankan kepala keluarga, yaitu suami kepada istri, atau orang tua kepada anak-anak. Anak laki-laki Yahudi juga mendapatkan pendidikan formal dari sekolah Yahudi, sementara anak perempuan mendapat pengajaran dari ayah mereka. Metode pengajaran yang digunakan adalah menghapal (Ul. 6:4-9, Ams. 22:6, Maz. 119:11,105), bercerita kepada kaum muda tentangperistiwa bermakna (Yos. 4:6-7; Kel. 12:24-27). Sekolah formal juga memakai metode hafalan.
          Pendidikan Agama dalam PB Tema pokok pengajaran agama dalam PL dan PB adalah karya penyelamatan manusia oleh Allah. Pusat pengajarannya adalah Kristus. Yesus Kristus layak disebut Guru Agung karena pengajaranNya disertai dengan kuasa mujizat. Meskipun ajarannya menekankan kasih merupakan ajaran yang tiada bandingnya, inti pengajaranNya berpusatkan diriNya sendiri (Yoh. 14:6). Metode pengajaran Yesus Kristus, yaitu: memenangkan perhatian, menggunakan pertanyaan-pertanyaan, menggunakan ilustrasi dan cerita, menggunakan ceramah atau kotbah, menggunakan benda atau objek, menggunakan model. Pengajaran para Rasul Pengajaran para rasul dimulai dari peristiwa pentakosta, yaitu tampillnya Petrus berkotbah dan 3000 jiwa bertobat. PB menekankan dengan jelas tentang tiga hal utama, yaitu panggilan iman, penjelasan tentang iman, dan pertumbuhan moralitas sebagai konsekuensi dari hidup dalam iman.
Ada 7 pokok penting yang menjelaskan arti dan pentingnya mengajar, yaitu:
  1. Menjelaskan firman yang sudah diwahyukan (2 Tim. 2:14; 3:16-17).
  2. Menguatkan iman (1 Tim. 4:6,11,16; 6:3-5).
  3. Membentuk keharmonisan rumah tangga (1 Tim. 6:1-2).
  4. Merupakan syarat mutlak bagi pendeta dan pemimpin rohani (1 Tim. 3:2;2 Tim. 2:24).
  5. Mendorong seseorang untuk membaca, menghayati dan memberitakan firman Tuhan (1 Tim. 4:13; 2 Tim. 4:2).
  6. Menjelaskan pertumbuhan iman (2 Tim. 2:2)
  7. Memuridkan (Mat. 28:19-20; 2 Tim. 2:2). PAK mempunyai dua tugas utama, yaitu memperlengkapi orang-orang kudus supaya menjangkau jiwa-jiwa baru bagi Kristus dan bertumbuh dalam iman sehingga mempunyai kedewasaan penuh dan layak menyambut kedatangan Kristus.
Prinsip-prinsip Alkitab tentang Pengajaran dan Pembelajaran Edward dan Frances Simpson mengemukakan 10 hukum pengajran dan pembelajaran.
  1. Kebergantungan pada karya Roh Kudus Para pengajar dan pelajar PAK harus meminta penerangan dari Roh Kudus. Roh Kudus adalah pengajar yang sesungguhnya (Yoh. 14:26), disebut juga Roh Kebenaran (Yoh. 16:13). Seorang pengajar dikatakan efektif dalam pengajarannya jika ia memiliki dua factor utama, yaitu kebergantungan pada kuasa Roh Kudus, dan kesucian hidup yang menjadi keteladanan dalam perbuatan.
  2. Mengetahui kebenaran Kebenaran tertinggi menunjukkan bahwa seseorang akan dibenarkan Allah kalau ia menerima Yesus Kristus dalam pribadinya. Pelajar dan pengajar PAK harus mengetahui kebenaran itu.
  3. Menerapkan kebenaran dalam kehidupan Kebenaran tidak ditentukan dengan pintar atau tidaknya pengajar, tapi apakah pengajar sudah menerapkan kebenaran dalam dalam hidupnya.
  4. Hubungan dalam kasih Seorang pengajar PAK haruslah seorang yang pernah merasakan jamahan Kristus yang berpuncak pada pengorbananNya di kayu salib, sehingga pengajar dapat mengasihi murid-muridNya seperti yang telah dialaminya (Yoh. 13:35).
  5. Metode yang digunakan pengajar Murid memerlukan guru yang dapat membangkitkan perhatian dan minat. Seseorang dapat belajar dengan baik kalau melalui pengalaman, pekerjaan, dan partisipasi. Setiap metode yang digunakan pengajar dapat membangkitkan perhatian para murid untuk mendengar, melihat, mengatakan, dan mengerjakan apa yang diajarkan.
  6. Komunikasi yang jelas a. Hindari katateknis yang sulit jika ada kata yang mudah. b. Perjelas kata sederhana sehingga menghindari kesalahpahaman. c. Tenangkan pikiran supaya pesan dapat diterima. d. Gunakan pendekatan dengan panca indera jika ingin memperjelas ajaran. e. Pertanyaan dapat menjadi alat efektif jika pengajar ingin mendapatkan pengertian lebih dalam. f. Pertanyaan diperlukan untuk membangkitkan ide dan membantu para murid menerapkan pelajaran dalam hidupnya. g. Utamakan untuk memperoleh umpan balik dari para murid.
  7. Pola peningkatan: Pola peningkatan adalah prinsip menghubungkan gagasan baru dengan gagasan lama atau sebelumnya. Pengajar harus mengganti pelajaran yang sudah diberikan ke pelajaran yang belum diberikan dengan mudah, sederhana,dan wajar. Berikan pelajaran secara bertahap.
  8. Sukacita menemukan Seorang pengajar harus mendorong muridnya untuk menemukan sendiri, jangan hanya sekedar mendengar. Seorang pengajar harus mendatangkan respon emosional dari para murid sehingga murid mengetahui apa yang baik dan yang jahat untuk tidak dilakukan.
  9. Respon kemauan Seorang guru harus memberi kesempatan yang luas untuk merespon kemauan. Pada saat guru menutup pelajaran, memberi saat teduh kepada murid untuk meresponssecara emosional dan intelektual semua kebenaran yang telah diterimanya. Pada saat berdoa, murid akan merespons kebenaran firman Tuhan yang terus disuarakan Roh Kudus.
10. Hidup sebagai pelaku Firman Guru harus mengajarkan supaya murid-muridnya menjadi pelaku Firman (Yak. 1:22; 1:23-24). PAK sumber dan dasarnya adalah Alkitab. Alkitab harus diyakini sebagai Firman Allah tanpa salah karena diwahyukan Roh Kudus.
Peran Roh Kudus dalam proses Pengajaran dan Pembelajaran PAK Roh Kudus dapat langsung mengajar kepada murid dan secara tidak langsung melalui para pengajar PAK.
         Peran pegajar menjadi saluran Roh Kudus untuk menyampaikan kebenaran kepada pelajar. Ada tiga konsep peran Roh Kudus dalam pengajaran PAK, yaitu:
a.      Konsep kerjasama pribadi Roh Kudus adalah pribadi ilahi yang memungkinkan guru dan murid berkomunikasi dan berinteraksi dengan kebenaran Allah untuk bertumbuh secara pribadi dan bersama. Roh Kudus mengajar melalui manusia, khususnya para pengajar..
b.     Konsep pembaharuan diri Meskipun manusia sudah jatuh ke dalam dosa, Roh Kudus telah memulihkan kesucian dan kebenaran sesuai dengan citra Kristus (Ef. 4:24) karena lahir kembali sama seperti Kristus. Pengajar dan pelajar PAK harus mengakui berharganya nilai seorang pribadi karena sesuai dengan citra Allah.
c.      Konsep komunikasi antarpribadi Gereja adalah tubuh Kristus dan Kristus adalah kepalanya (Ef. 1:20-23). Melalui Roh Kudus, Kristus telah memberikan karunia-karunia rohani untuk saling melayani bagi pertumbuhan Kristus (Ef. 4:7-11; 1 Kor. 12:4-7).

4. SEJARAH PERKEMBANGAN PAK

DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN  MASA KUNO
     A.   Pendidikan Yunani- Romawi
1.      Plato ( kira-kira 428 -348 s.M )
-      Pemenu Pendidikan Agama Kristen bukanlah GEREJA PURBA
1.2    Guru Plato adalah bernama Sokrates.
       Sistim atau gaya mengajar Sokrates kepada murid melalui tiga tingkat fikiran ,yaitu :
1.    Yakin yang tiada berdasar
2.    Bimbang dan ragu-ragu tentang pendapatnya semula, dan ingin hendak mengetahui yang sebenarnya.
3.    Yakin yang berdasarkan kepada penyelidikan dan cara berpikir yang betul.
4.    Tragis, Sokrates dijatuhi hukuman mati ( ia minum racun dalam mangkok dikelilingi murid-muridnya ), Sokrates dituduh oleh musuh-musuhnya merusak akhlak para pemuda dengan pendekatan belajarnya.
1.3     Plato kemudian mendirikan sekolah yang dinamakan “ Akademi “, pikiran matang Plato tentang PENDIDIKAN dimuat dalam bukunya yang berjudul “Republik “   (bukunya melukiskan bentuk suatu Negara yang sesempurna mungkin) .
1.4    Pendidikan menurut Plato, perlu untuk :
Membimbing orang-orang meninggalkan  semua bayang-bayang yang tidak berakar dalam kenyataan , agar melihat serta menganut Kebenaran
Dalam Proses pendidikan, menurut Plato kita dibimbing  “ mengingat” inti abadi dari benda-benda dalam dunia ini.
Pria dan wanita berhak menerima pendidikan.
Yang termasuk  dalam subyek Pendidikan adalah anak-anak dan muda-mudi dari kaum atasan.
Menurut Plato latihan itu bukalah pendidikan, sebab pendidikan mencakup perkembangan manusia secara keutuhan.

B. Aristoteles ( kira-kira 384 -322 s.M ) 
2.1 . Pada tahun343 Aristoteles menjadi Guru pribadi putra Filipus, Raja Makedonia, di Kota Iskandar Mesir ia mendirikan perpustakaan dan Museum. Pada Tahun 334, Aristoteles kembali ke Atena dan mendirikan sekolah Akademi.
2.2  Gaya mengajar Aristoteles membuat sekolahnya terkenal sebagai sekalah  “ peripatetis” dari kata Yunani , yang artinya berjalan-jalan.
2.3  Pandangan Aristoteles terhadap Pendidikan :
Pendidikan termasuk kegiatan insani yang mempunyai maksud utama, yaitu : menolong orang mencapai kebahagiaan ( eudaimonia). Hal tersebut terlihat dari  dua karya utamanya: Etika Nikomakia dan Politik.
Pendidikan melalui kebiasaan harus mendahului  pendidikan melalui akal, dengan kata lain, baik buruknya sesuatu orang dipelajari melalui apa yang dialaminya. Jadi para pelajar hendaknya dituntun dan dianjurkan untuk bergaul dengan anak-anak, muda-mudi dan orang Dewasa yang berbudi tinggi, Guru memiliki tugas menolong murid-muridnya meningkatkan diri menjadi sama dengan orang-rang yang berbudi tinggi.

C. QUINTILIANES  ( KIRA-KIRA 384 -322 S.M )  
1.1.      Quintilianes berasal dari Spanyol, ia adalah guru Romawi pertama yang diangkat sebagai guru Rhetorika ( seni berbicara di depan umum). Ia mengajar selama 20 th.
1.2.      Buku karyanya yang ternama adalah “Institutia Oratoria” ( Pengajaran tentang asas-asas Ilmu Pidato ).
1.3.      Plato-Aristoteles pendidik Yunani itu menjelaskan gagasan yang luas dan mendalam tentang pendidikan , sedangkan Quintilianes lebih terbatas, yaitu mengajar orang-orang memperoleh salah satu ketrampilan praktis.
1.4.       Sumbangan besar Quintilianes terhadap perkembangan ilmu pendidikan, yaitu ;
v  memperlakukan setiap anak didik sebagai seorang pribadi yang perlu dihormati
v  para pendidik diharapkan merencanakan tugas belajar sesuai dengan kemampuan setiap golongan umur peserta didik
v  menolak bermacam-macam hukuman yang diberikan kepada murid.

B.  Pendidikan Agama Yahudi
-      B.1 Walaupun tidak 100% yang merupakan dasar Pendidikan Agama Kristen  agama Yahudi adalah pemikiran pedagogis yang dikembangkan  dalam kebudayaan Yunani Romawi seperti yang diwakili oleh Plato, Aristoteles, dan Quantilianes.
-      B.2 Para pemikir Kristen mengembangkan  struktur dan isi teologi atas kedua dasar kebudayaan, yaitu Yahudi dan Yunani.
-      B.3 Hubungan Erat antara paguyuban Yahudi dengan Kristen dapat dilambangkan dengan penemuan para ahli purbakala di kota Jaresy, Palestina Kuno abad ke 3 dan  gedung Gereja Byzantium dari abad ke 6 suatu rumah ibadah agama yahudi yang jauh lebih tua.

Ruang lingkup Pendidikan Agama yahudi : Pendidikan Agama menjadi bagian inti dari kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukan.Ruang lingkup Pendidikan Agama yahudi : Pendidikan Agama menjadi bagian inti dari kegiatan sehari-hari yang lazim dilakukan.

D. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM GEREJA  PURBA ( Abad ke-2 dan ke-5 )
A.      Lingkungan Luasnya
B.       Tantangan Budaya terhadap
C.      Keprihatinan Gereja Terhadap Pelayanan Pendidikan
v  Pendidikan agama Kristen yang dikembangkan oleh Gereja Purba merupakan usaha untuk bergumul dengan kebudayaan yang nilai-nilainya bertentangan terhadap lingkungan luas disekitarnya.
v  Tantangan pertama yang dihadapi adalah terkait dengan kepercayaan sekitar gereja yang masih politeisme.
v  Tantangan kedua adalah terkait dengan masalah intelektual kebudayaan yang bertentangan dengan Injil, sehingga membuat beberapa gereja memutuskan untuk memisahkan diri dari kebudayaan itu.
v  Sehingga dari sini muncul seorang Tertulianus yang menjadi tokoh gereja yang berani membuat garis pemisah antara gereja dan kebudayaan. Dalam hal ini persekutuan Kristen wajib untuk memisahkan diri secara mutlak dari pengaruh kebudayaan Yunani-Romawi.
v  Sebaliknya, ada tokoh lain yaitu Hieronimus dan Basil lebih mengarah kepada pemahaman untuk memanfaatkan kebudayaan tersebut yang tidak bertentangan secara langsung dengan nilai Injil. Artinya, tidak semua kebudayaan itu buruk sehingga harus ditolak. Tetapi perlu ada penyaringan yang baik, sehingga mendapatkan sebuah jalan keluar yang menjembatani keduanya untuk berguna bagi pelayanan. Pertentangan kedua pendapat ini berlangsung cukup lama, bahkan ketika 2 abad sesudah mereka wafat, perbedaan sudut pandang ini masih saja dipertentangkan.

D.      LIMA PENDIDIK BESAR
Terkait dengan perkembangan pendidikan agama Kristen dalam gereja purba, ringkasnya ada lima pendidik besar yang cukup mempengaruhi perkembangan pendidikan Kristen dalam gereja purba antara lain Clementus, Origenes, Hieronimus, Chysostomus dan Augustinus.
a. Clementus (150-215M.)
b.  Origenes (182-224 M.)
c.  Hieronimus (345-420 M.)
d. Yohanes Chrysostomus (347-407 M.)
e. 
Augustinus (354-430 M.)


E. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ABAD PERTENGAHAN
( Dari Abad ke-6 s/d Abad ke – 14 )
A.  Lingkungan Luasnya
1.    Pendidikan Agama Kristen melalui Bahasa dan Rupa Lambang
v  Gaya berpikir secara simbolis mempunyai sejarah panjang sekali, khususnya yang dikembangkan kebudayaan di mana saja untuk menyampaikan kebenaran rohani. Alasannya ialah karena agama apapun melibatkan para pemeluknya dalam keprihatinan-keprihatinan yang mustahil dibatasi dengan dunia ini saja. Terdapat keprihatinan yang melampaui kemampuan bahasa insani untuk menguraikannya sehingga menjangkau ke kedalaman kenyataan.
v  Keadaan bersejarah dari Gereja abad pertengahan merupakan tanah subur bagi perkembangan simbol-simbol yang mendobrak hati jemaat.
v  Tercatat ada enam jenis lambang yag memainkan peranan dalam Pendidikan Agama Kristen zaman itu, yaitu:
  Sakramen Baptisan,
Persyaratan ketat yang dikembangkan Gereja Purba yang wajib dipenuhi oleh setiap calon baptisan sebelum diterima sebagai anggota sah, diperlemmah bahkan dihapuskan sama sekali dalam praktek Gereja abad pertengahan. Alasannya berakar dalam perbedaan budaya yang dialami kedua gereja itu. Bagi Gereja Purba, kebudayaannya menghargai kepentingan pendidikan. Pada abad pertengahan, gereja mengembangkan tindakan yang cenderung mengutamakan kesan atau perasaan dalam diri para warga ketimbang menambah sejumlah pengetahuan, pengertian dan pengabdian diri.  Perubahan tersebut dibenarkan berdasarkan penafsiran teologi Augustinus. Jadi dalam praktek P.A.K pada abad pertengahan boleh diganti dengan ritus baptisan.
  Sakramen Misa,
Selama para warga jemaat beribadah, mereka dididik melalui pancaindera yang menolong mereka menyerap sebagian dari makna simbolis dari tindakan yang sedang berlangsung. Walaupun para warga dididik melalui simbolisme Misa namun pendidikan tersebut berat sebelah, karena para warga tidak diperlengkapi dengan pembinaan melalui sumber iman yang tertulis.

  Drama Agamawi,
Para warga yang tidak dapat membaca masih diberikan kesempatan belajar melalui drama itu.
  Seni luki/patung,
Penggunaan seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari Alkitab yang dipakai gereja untuk mendidik.
  Buku naskah yang berhiasan
Penggunaan seni lukis dan patung untuk memperlihatkan sejumlah peristiwa dari Alkitab yang dipakai gereja untuk mendidik.
  Seni bangunan bangunan gedung Gereja.
Pengalaman belajar yang dikenal para warga gereja abad pertengahan melalui seni bangunan gereja adalah:
a)    Mereka sedang belajar agar jangan mengorbankan kehidupan rohani demi kehidupan jasmani saja.
b)   Melalui seni bangunan, para warga diajar bagaimana lingkungan luas tempat beribadah apapun tidak kunjung bebas dari nilai teologis, malahan selalu turut mengkomunikasikan pandangan terhadap Allah dan hal-hal rohani.
c)    Melalui gaya seni freska, mozaik dan kaca cat-bakar serba warna, banyak peristiwa dari Alkitab menjadi kelihatan kepada para warga yang buta aksara.
d)   Penggunaan bahasa simbol sebagai sarana utama untuk membina para warga tuna aksara erat sekali hubungannya dengan inti agama apa pun dan khususnya agama Kristen.

B.  Wadah Pedagogis Yang Dikembangkan
Beberapa Wadah bertumbuh untuk pengajaran iman Kristen, antara lain :
1.    Jemaat itu sendiri
Jemaat itu sendiri sebagai wadah paling umum
Sakramen-sakramen yang diberikan dimaksudkan supaya anugerah disalurkan kepada setiap orang yang lazimnya menghadapi kemelut-kemelut kehidupan.
2.    Sekolah Katedaral
Sekolah-sekolah katedral berkembang terus sesudah keputusan konsili Toledo, tetapi gereja harus menunggu sampai pada tahun 1179, ketika diadakan konsili Lateran (di Roma) sebelum wadah pendidikan agama Kristen menerima status dan struktur tetap.
3.    Universitas
Pada permulaannya, universitas dibentuk demi pertahanan diri para pelajar. Kata universitas berasal dari bahasa Latin, yaitu unus dan versum. Unus artinya “satu”, versum artinya “menjadikan”. Jadi universitas berarti “menjadikan satu atau menjadikan satu keutuhan”. Dengan kata lain universitas merupakan kumpulan orang yang memanfaatkan tenaga demi kepentingan pelayanan mengajar dan belajar.
4.    Kesatriaan (mendidik khususnya bagi anak laki-laki golongan bangsawan)
Khususnya bagi anak laki-laki golongan bangsawan, lembaga kesatriaan merupakan wadah keempat yang disediakan untuk mendidik kaum muda dalam unsur-unsur iman Kristen.
5.    Sekolah Yang  Diselenggarakan Biara

C.  Beberapa Pendidik Besar
1.    Karel Agung
Meskipun Karel Agung sedikit saja terpelajar, di bawah pemerintahannya yang damai terwujud kebangkitan seni dan ilmu yang dikenal sebagai Renaisans Karoling atau Kebangkitan Karolingia. Kaisar tersebut mensponsori sebuah sekolah istana di ibu kota kekaisaran, Aachen.
 Alcuin, seorang terpelajar Anglo-Saxon menjadi guru di sana; ia menasihati murid-muridnya: "Waktu berjalan seperti air yang mengalir. Jangan sia-siakan hari-hari belajar dengan bermalas-malasan!" Alcuin menulis buku teks tentang tata bahasa, ejaan, retorika dan logika.
Kurikulum dalam pendidikan Kristen yang Karel pelopori juga mencakup pokok-pokok iman Kristen, moralitas, seni membaca dan menulis.
2.    Alfred Agung
Alfred lahir pada tahun 849 M
Alfred ingin membuka pintu pengetahuan  yang terkunci dalam begitu banyak naskah, semua itu akan bisa terjadi jika pemerintah dan Gereja mendirikan sekolah-sekolah yang akan memperlengkapi kaum muda dan ketrampilan membaca dan menulis.
Pendapat dan perjuangan Alfred; Pendidikan bukan hanya  bagi orang Elit yang mampu membaca bahasa Latin, melainkan juga bagi setiap anak  yang sudah dapat berbicara dalam bahasa Inggris.

3.    Rabanus Maurus
 Rabanus Maurus  warga Jerman, lahir di Mainz, dan ia belajar Teologi  di kota Paris yang didirikan oleh para misionaris dari Inggris.
  Di Jerman Rabanus Maurus menjadi Guru Pertama di negaranya.
Buku populer yang dikarangnya “Pendidikan Bagi kaum Imam”dan menitik beratkan artes liberales sebagai dasar untuk pendidikan Teologi.
Pikiran Rabanus Maurus layak dimasukkan ke dalam Sejarah Pendidikan Agama Kristen, karena : “ Pada pokoknya Pendidikan Agama Kristen di jemaat bergantung kepada mutu kepemimpinan.
Maurus mendobrak agar dilatih mampu berpikir lebih kritis dan kreatif mengenai masalah-masalah insani dalam terang Alkitab.

4.    Santo Thomas Aquuino
  Pada tahun 1245 Thomas diundang mengikuti Albertus ke Paris untuk mengajar serta melanjutkan studinya mencapai gelar doktor.
  Mulai pada tahun 1261 Thomas dipanggil ke Roma oleh Paus Urbanus IV untuk mengajar di Universitas di Roma.
  Pada tahun 1323 Thomas dijadikan Santo oleh Gerejanya, dan diberi gelar :
Doktor ( pengajar) bersifat malaikat
Malaikat Persekolahan
Doktor kelima dari Gereja
Garuda semua Pelayan Gereja
Doktor ordo Dominikan.
  Sumbangan Pedagogis Thomas ditulis dalam karyanya De Magistra, yang isinya :
Seorang pelajar entah dia anak didik atau seorang mahasiswa, adalah pribadi yang mampu dan berhak mencari pengetahuan
Pendekatan utama dalam proses memperoleh pengetahuan yaitu :
(1). Setiap pelajar dapat menggunakan pikirannya untuk menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya sebelumnya
(2). Cara lain bergantung pada keahlian seorang mentor yang memupuk bakat si pelajar.
Metode  belajar melalui pertolongan sang mentor lebih baik karena dia berpengalaman dan pengetahuannya lebih luas.
Guru sendiri menolong menghubungkan pengetahuannya yang sudah ada dengan masalah yang belum diketahuinya untuk membuktikan sejauh mana inti dan menjernihkan proses berpikirnya.

5.  Jean Charlier De Gerson
Jean Charlier Gerson berasal dari Gerson di Perancis, dia mempelopori teologi pada Kolegia Navarre, bagian utara Paris.
Sumbangsih Gerson terhadap Pendidikan, khususnya bagi pendidikan Agama Kristen antara lain :
  Kritikannya terhadap kaum Imam yang tidak menghiraukan kebutuhan pelayanan rohani anak-anak, yang Gerson simpulkan karena kesombongan jabatan.
  Menurut Gerson, arti pendidikan Agama Kristen merupakan pengalaman rohani dan inteletual. Setiap anak, selama belajar anak didik diundang untuk membuka hatinya.
Gerson ingin membimbing anak-anak meninggalkan kesalahannya,sehingga mempersiapkan memeluk kelakuan baru.


F. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN MENJELANG REFORMASI
A.  Lingkungan Luas Masyarakat Eropa Barat

Dalam perkembangan sejarah Eropa dan dunia, pada abad 16 adalah hal yang sangat penting. Reformasi gereja oleh kaum reformis menimbulkan banyak gejolak yang terjadi di masyrakat. Pada saat itu, pendidikan di sekolah dan universitas sedang berkembang pesat. Dengan begitu, banyak perubahan yang terjadi diantaranya adalah timbulnya rasa nasionalisme di Spanyol, Portugal, Belanda, dan Inggris. Penemuan mutakhir pada zaman itu pun bermunculan, salah satunya adalah mesin cetak oleh Yohanes Gutenberg pada 1438 dan juga teori heliosentris oleh Kopernikus.
Pergerakan kaum humanis dilatarbelakangi oleh ketidakpuasan mereka terhadap gereja.
Mereka bertiga mengatakan kekuasaan paus adalah sumber penyakit yang ada dalam gereja.
Dalam lembaga ini, polanya mirip dengan biara
Para pendidik dalam lembaga ini mengajar dengan memahami setiap anak didik dan tidak ada kekerasan dalam mencapai kedisiplinan.

B.  Disiderius Erasmus dari Rotterdam
1.    Erasmus, Pendidik OIKUMENIS
Erasmus rajin menuntut ilmu untuk mencapai cita-citanya meraih gelar Doktor Teologi. Karya pentingnya adalah naskah Perjanjian Baru yang paling asli yang ia cari lalu ia terjemahkan ke dalam bahasa Latin.
Erasmus, dalam buku Boehlke, disebut-sebut memiliki dua peran dalam pendidikan agama Kristen. Yang pertama adalah sebagai pendidik yang oikumenis. Apa yang dia pikirkan adalah setiap warga Kristen harus mengamalkan kelakuan Yesus, terutama dalam hal rendah hati, lemah lembut, murah hati, kasih, damai, dan kerelaan mengampuni serta berkorban demi sesama.

2.    Erasmus sebagai Pendidik Khusus
Peran Erasmus yang kedua ialah sebagai pendidik khusus.
a)  Menurutnya, pendidikan di mana pun harus mengembangkan karunia pelajar dalam suasana yang memberikan kebebasan berpikir dan mendorong lahirnya inovasi baru dalam terang Injil.
b) Melalui pendidikan, Erasmus berharap dapat menghasilkan orang-orang Kristen yang beradab.
c)  Erasmus tidak menggunakan istilah kurikulum, dia memakai buku sumber untuk merumuskan pembelajaran yang akan diajarkan.
d) Dasar pembelajarannya adalah Alkitab, khususnya Injil.
e)  Tidak ada metodologi khusus yang digunakannya. Dia hanya mengemas pengajarannya dalam bentuk yang menarik untuk mengajar.
f)   Ia mengembangkan suasana kelas yang melancarkan pengalaman belajar dan tidak ada kekerasan dalam kelas.
g) Baginya, kekerasan itu adalah tanda bahwa pendidik itu tidak mempersiapkan diri untuk mengajar.

G. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN REFORMASI PROTESTAN 
A.  Riwayat Hidup Martin Luther, Reformator dan Pendidik
Martin Luther adalah putra sulung Margaretha dan Hans  Luther, yang terakhir bekerja ditambang tembaga dekat kota Eisleben di Jerman. Hans ayah Martin Luther setelah mengumpulkan uang akhirnya mampu membeli tambang tembaga itu. MartinLuther pada tahun 1505 berhasil meraih gelar Magister Artes dari Universitas Effurt. Pada tahun 1508 Martin Luther menjadi dosen di universitas Wittenberg mata kuliah teologi Alkitab.

B.  Dasar Teologisnya bagi Pendidikan Agama Kristen
Dalam hal ini, Boehlke mengambil empat dasar teologis yang terdapat di dalam tulisan Luther yang menjadi landasan bagi teori dan praktek pendidikan agama Kristen:
(1). Keadaan berdosa setiap warga: banyak teolog lain yang juga mengakui dosa asal, tetapi pengakuan itu cenderung tetaplah sebuah ajaran kering saja. Namun berbeda halnya dengan Luther yang melalui pengalamannya mendorong dia untuk mencari jalan keluar yang mengenyangkan kelaparan jiwa, yang menurutnya tidak bisa diatasi melalui seluk-beluk sistem sakramental yang merupakan soko-guru gereja zamannya. Karena itu baginya usaha menyelamatkan jiwa menjadi pendorong utama menuju jalan memperbarui gereja dan bukan pertengkarannya dengan lembaga Kepausan;
(2) Pembenaran oleh iman: melalui penderitaan jiwanya, Luther diyakinkan tentang kebenaran dosa sebagai faktor dalam diri seiap orang. Dosa itu meresap ke dalam semua kebajikan insane di samping tindakannya yang buruk. Jadi, dampaknya mengendalikan segala kegiatan yang diprakarsai manusia termasuk pendidikan agama Kristen. Oleh karena itu ia mutlak diperhatikan oleh para pendidik di kalangan jemaat/ gereja;
(3) Imamat semua orang percaya: menurut Luther, di dalam pengalaman pembenaran karena iman tersebut tersirat pula persamaan hak setiap orang di hadapan Allah. Tidak ada satu golongan tertentu yang menjadi penyalur anugerah Tuhan sehingga kemudian disampaikan kepada orang yang lebih rendah martabatnya. Sebenarnya semua oleh iman telah dijadikan makhluk baru dalam Yesus Kristus. Dengan kata lain, setiap warga adalah imam bagi warga seimannya;
(4) Firman Allah: dasar teologi ini sudah tersirat dalam ketiga dasar lainnya, karena semuanya berakar dalam Alkitab, yaitu: Yesus secara pribadi dan ajaran-Nya aalah Firman Allah, Alkitab sebagai Firman dan Firman sebagai Amanat Allah yang Diberitakan kepada Para Warga kristen.

C.      Dasar sosiologi  untuk Pendidikan Agama Kristen
Dasar Sosiologi yang dimaksudkan di sini tentang bagaimana dinamika dan unsur sosial turut memperlancar pelaksanaan pembaruan gereja dan masyarakat atau sebaiknya menghambatnya.
Dalam arti inilah akan dibahas tentang padangan Luther terhadap dua bagian pokok dalam masyarakat, yaitu: Orangtua dan Penguasa sipil.
Hal tersebut dilakukan karena kemerosotan mutu pendidikan yang terjadi di sekolah-sekolah dan universitas-universitas merupakan salah satu dampak sampingan dari pembaruan gereja di Jerman.
Luther mengakui peranan pokok yang diperankan oleh para orangtua dalam mendidik anak mereka.
v  Luther memberikan beberapa alasan mengapa para pemimpin pemerintahan wajib menyediakan kesempatan belajar bagi kaum muda, antara lain:
1.    kalau orangtua tidak mau mendidik anak-anak, atau tidak mampu, atau mampu tetapi mempunyai waktu atau uang cukup untuk pendidikan, maka terdapat satu lembaga yang mempunyai keuangan yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan umum.
2.    Walaupun dana yang dikeluarkan tidak sedikit jumlahnya, namun Luther telah memikirkannya yaitu melalui kas gereja, para dermawan, dan kas Negara.

D. Asas-asas Pelayanan Pendidikan Agama Kristen di Jemaat

(1)   Tujuan Pendidikan Agama Kristen
Di dalam tulisan-tulisannya, Luther memberikan beberapa pokok pendidikan yang semuanya itu berakar paling tidak dalam dasar teologi dan sosiologi yang dibahas di atas.
Pertama, dengan pendidikan Kristen. Luther ingin menyadarkan anak didik dan orang dewasa tentang keberdosaan mereka dan untuk menjelaskannya Luther membahas arti Dasa Titah dalam Ketekismusnya. Dengan harapan mereka mengetahui hukum yang menyatakan tuntunan Allah terhadap para warga jemaat entah muda atau lebih dewasa, agar mereka mengerti betapa lebarnya jurang yang memisahkan manusia dari Allah dan mengantar mereka kepada kesadaran akan dosa mereka pribadi.
Kedua, para warga hendaknya mendengar isi Kabar Baik dalam Yesus Kristus serta mengamalkannya.
Ketiga, para pelajar diharapkkan memahami doa, serta melaksanakan kehidupan doa. Itulah sebabnya mengapa Doa Bapa Kami merupakan doa teladan bagi kaum tua dan muda.

(2)   Pengajar dalam Pelayanan Pendidikan Agama Kristen
   Luther mengakui bahwa Allah sendiri merupakan pengajar pokok dalam pendidikan agama Kristen dan bukan manusia.
   Bagi Luther, gaya mengajar yang diberikan oleh Allah sebaiknya menjadi contoh bagi semua perkara pedagogis. Dalam hal ini, Luther menjelaskan bahwa peran orangtua, terutama ayah dan guru sangat menentukan dalam memberikan pengajaran kepada anak.

(3)   Pelajar
Dalam penjelasan sebelumnya, Luther secara tersirat telah menyebutkan beberapa jenis pelajar. Luther berpandangan bahwa yang menyandang status pelajar bukan hanya anak-anak/ nara didik saja, akan tetapi orangtua dan guru pun wajib menyandangnya.
Menurut Luther, orangtua dan guru haruslah terlebih dahulu diberikan pengajaran, sebelum mereka mulai mengajar. Hal ini dilakukan agar para orangtua dan guru memiliki dasar yang kuat dalam mengajar anak-anak/ nara didik.
Para pelajar kedua adalah para anak-anak/ nara didik, baik itu laki-laki maupun perempuan. Menurut pandangan umum pada saat itu, pendidikan untuk anak perempuan sangat disepelekan. Masyarakat menganggap bahwa hanya anak laki-laki saja yang dapat menerima pendidikan, bukan perempuan.
Namun pandangan ini ditolak oleh Luther. Menurut Luther, tingakatan pendidikan yang diterima anak perempuan haruslah sama dengan anak laki-laki.
Para pelajar lainnya yang menerima perhatian Luther adalah para orang dewasa. Luther berpandangan bahwa orang dewasa pun perlu diperlengkapi dengan pengetahuan dan pengertian tentang iman Kristen.
Serta untuk mereka yang melek huruf, Luther telah menyusun Katekismus Besar, sebuah sumber tercetak yang menolong orang dewasa memperoleh pengetahuan minimal tentang iman Kristen. Tetapi kalau tidak dibuat demikian, maka secara praktis terdapat wadah lain lagi yang tersedia, yaitu kebaktian pagi pada umumnya, dan khotbah pada khususnya.
Golongan pelajar yang terakhir adalah para imam, biarawan dan awam yang ingin dipersiapkan untuk dapat berkhotbah. Untuk para pelayan ini, Luther menyusun khotbah khusus yang dapat dibaca pada jam kebaktian di jemaat lainnya. Sebagiannya dimanfaatkan pula sebagai contoh atau pedoman bagi orang yang sedang dipersiapkan untuk memberitakan injil. Khotbah-khotbah yang disalin itu kemudian dicetak dan disebar-luaskan ke mana-mana.

(4)   Kurikulumnya
Pandangan Luther tentang kurikulum tidaklah sama dengan pandangan pada umumnya. Pandangan tersebut coba digolongkan oleh Boehlke ke dalam tiga hal. Pertama, membahas tentang ruang lingkup kurikulum Luther. Kedua, isi Katekismus merupakan kurikulumnya yang paling lengkap dan teratur. Ketiga, pandangannya tentang isi kurikulum di sekolah-sekolah.Penjelasan mengenai ketiga akan dijelaskan di bawah ini.
(a)   Ruang lingkup Kurikulum yang Luther sebutkan sepintas lalu dalam karyanya
(b)   Isi Katekismus
(c)    Isi Kurikulum di Sekolah-sekolah

1.    Perpustakaan
Sumbangan Luther di bidang Pendidikan amat besar pula ketika mendesak para pemimpin Kota Praja mendirikan Perpustakaan –perpustakaan yang bermutu tinggi serta diletakkan dalam gedung yang sesuai dengan maksud mulia. Dengan pendirian dan pemeliharaan perpustakaan bermutu tinggi, sama pentingnya dengan persekolahan dan pembinaan lengsung pada wadah grejawi dalam rangka mendidik kaum muda dalam iman Kristen.

H. PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN PADA ZAMAN REFORMASI PROTESTAN
A.   Riwayat Hidup Calvin

v  Pemikiran Calvin tentang pendidikan, jarang sekali ia bahas, karena ia mentitik-beratkan dogmatika bukan pendidikan maupun pembinaan, tetapidengan mutu karyanya yang begitu tinggi, dia berhak di gelari “Pengajar gereja”
v  Ia mendapatkan gelar doctor hukum di universitas Orléans.
v  Ia menjadi pendeta di Strasbourg dari 1538-1541, lalu kembali ke Jenewa. Ia tinggal di sana hingga kematiannya pada 1564. Yohanes Calvin berniat menikah untuk menunjukkan sikap positifnya terhadap pernikahan daripada kehidupan selibat.
B.   Dasar Teologis pendidikan agama Kristen
       Calvin memiliki dasar teologi tentang pendidikan agama Kristen, yaitu
1.      kedaulatan Allah,
2.      Alkitab sebagai firman Allah,
3.      ajaran tentang manusia,
4.      ajaran gereja, dan
5.      tentang hubungan gereja dengan Negara.

C.   Pendidikan Agama Kristen, Asas-asas Pelaksanaannya
      1.    Apa itu pendidikan Agama ?
v  Menurut Boehlke calvin memandang pendidikan agama Krsiten adalah pemupukan akal orang-orang percaya dan anak-anak mereka dengan Firman Allah dibawah bimbingan Roh Kudus.
v  Pendidikan Kristen yang yang mendasarkan bahwa orang Kriten pada mulanya sudah dipilih oleh Allah sehingga sering timbul pertanyaan bahwa mengapa perlu mendidik jika Allah sudah memilih orang orang tertentu (Kristen)?.
v  Pandangan calvin terhadap tujuan pendidikan dipandang melalui hidup Yesus yang sebagai seorang yang rajin berdoa dan beribadah.
v  Calvin melihat diri Yesus yang hidup tanpa menginginkan seturut dengan kemauan-Nya melainkan demi keprihatinan Allah terhadap manusia.
v  Yesus yang menjalankan tugasnya yang begitu berat tetapi Ia bertanggung jawab untuk melaksanakan tugasnya.

2.    Pendidikan agama Kristen mempunyai tujuan untuk : mendidik para putra putri melalui ibu (gereja), dan dilibatkan dalam penelaahan Alkitab sebagaimana menurut roh kudus, dan mengambil bagian dalam kebaktian, dan dapat mejalankan tugas panggilan sehari-hari.

3.    Para Pelajar
v  Calvin menggunakan contoh gereja purba, yaitu keperluan untuk mendidik anak-anak(laki-laki dan perempuan) dalam ajaran iman.
v  Jemaat kedua adalah anak muda, mereka harus wajib menghadiri kebaktian minggu maupun hari-hari lainnya yang sudah terlebih dahulu di beritahukan. Jika terlambat maupun tidak hadir  tanpa izin maka akan di berikan denda, kebaktian sangatlah penting bagi pendidikan Kristen menurut Luther dan Calvin, karena mereka berdua memandang khotbah sebagai wadah yang disediakan Tuhan untuk mendidik  orang dewasa.
v  Golongan ketiga adalah golongan pelajar maupun pendeta. Calvin ingin pemimpin gereja dipimpin oleh orang-orang yang terpelajar, mereka-merekalah yang mengerti akan Alkitab.
4.    Siapakah Pendidik Kristen
v  Pengajaran berawal dari firman Allah yang tertulis dalam Alkitab, karena dalam kehidupan di Alkitab terdapat pengalaman mengajar dan belajar.
v  Allah mengajar melalui orang-orang yang menaklukan dirinya kepada Firman Allah.
v  Menurut Calvin  pengajar di bagi menjadi dua yaitu Pendeta dan guru.
v  Di jenewa Calvin menggabungkan jabatan tersebut, yaitu pendeta yang sebagai gembala Jemaat dan ia juga mengajar sebagai guru dan melayani jemaat sebagai guru juga.
v  Selain Allah dan pendeta sebagai pengajar, perlu juga orang lain di ajar untuk dapat menjadi pengajar, sehingga didirikannya Akademi di Jenewa. Sehingga keteratuaran yang terjadi dalam pengajaran di gereja akan semakin kuat karena adanya dukungan satu sama lain.

5.    Kurikulumnya
v  Menurut Calvin katekimus sangat penting, katekimus hampir sama dengan ilmu pendidikan.
v  Kurikulum ini mencakup pada empat tema pokok yaitu  hukum, iman, doa dan sakramen-sakramen.
6.    Akademi Jenewa
v  Pada Tahun 1541 Calvin kembali ke Jenewa dalam rangka usahanya  untuk memperbaharui gereja dan masyarakat sesuai dengan asas-asas Alkitabiah.
v  Mendorong Gereja dan kotapraja jenewa untuk mendirikan  suatu akademi yang bermutu yang mencakup pendidikan menengah dan Perguruan Tinggi.
v  Pada tahun 1559, tanggal 5 juni  berdirilah akademi Jenewa.
v  Struktur akademi merupakan 2 sekolah, yaitu :
1). Scola Privata, semacam sekolah dasar samapai SMP kelas 1
2)  Scola Publica,SMP kelas 2 samapi SMAdan perguruan tinggi.

I. IGNATIUS LOYOLA, PENDIDIK JALAN KEHIDUPAN SUCI
A.   Riwayat Hidupnya
 Tokoh ini adalah salah satu pendiri ordo Yesuit pada masa reformasi.
B.   Dasar Pendidikan
1.    Pengalaman Militer
2.    Kebatinan Mistik Injili
3.   Kehidupan Gereja Katolik Roma
C.   Asas Pendidikan Agama Kristen
1.   Tujuannya Asas-asas pendidikan Kristen menurut Ignatius pokoknya adalah bagaimana menaklukan kehendak manusia menjadi kehendak Allah yang dirumuskan oleh Paus dan gereja. Maka dari itulah ia menekankan pelatihan rohani bagi para muridnya.
2.   Wadah pendidikan Kristen sendiri adalah sekolah Yesuit yang ia dirikan pada saat itu.
Dalam sekolah itu, Ignatius menyusun sebelas asas umum.
v  Dalam asas-asas itu, secara keseluruhan, menekankan adanya keseimbangan atas nilai spiritual dan juga moral. Kegiatan di luar kegiatan rohani pun menjadi pilihan, selama hal itu dapat mendukung iman dan tujuan akhir mereka yaitu memperoleh keselamatan dan mengerti serta memahami maksud Allah.
v  Sekolah ordo Yesuit dibiayai oleh donatur, baik yang diminta maupun sukarela. Namun lebih dari itu, Ignatius memilih seorang kepala atau rektor untuk mengelola dana-dana yang masuk untuk kepentingan lembaganya.
v  Pada saat itu, biaya sekolah para anak didik ditanggung juga oleh donatur. Maka dari itu pendidikan ini sampai pada tombol “off”. Tidak hanya sekolah, Ordo ini juga memiliki universitas.
v  Pengajarannya hampir sama dengan unversitas lain pada abad pertengahan. Hanya saja pengajaran ilmiah diramu dengan pengajaran spiritual. Hasilnya, banyak tamatan universitas ini yang memegang teguh iman Katolik Roma.
3.      Pengajar
v  Sebagai seorang Kristen yang baik, Ignatius menjadikan Yesus sebagai pengajar utamanya. Sebagaimana dilihatnya cara Yesus mengajar, maka menurutnya guru pun harus bisa seperti Yesus dalam hal mengajar.
v  Guru-guru pada sekolah yang berada di bawah naungan Ordo ini harus taat pada disiplin yang telah ditetapkan oleh ordo tersebut.
4.      Pelajarnya adalah anak laki-laki berusia 14-23 tahun.
Para pelajar ini terdiri dari dua, yaitu yang benar-benar (ingin menjadi bagian dari Serikat Yesuit (skolastik) dan yang hanya ingin belajar lebih lanjut (ekstern). Kebanyakan mereka, setelah lulus, menjadi pemimpin gereja yang berpengaruh dalam penanggulangan reformasi di Eropa.
5.      Kurikulumnya
Susunan pembelajaran di sekolah adalah pemakaian bahasa Latin untuk menyampaikan gagasan dalam tulisan maupun lisan.
1.    Metodologi
Metodenya ada tiga yaitu di kelas, latihan rohani, dan latihan ketaatan. Berikut akan dijelaskan satu persatu, antara lain:
1.    Di kelas
2.    Latihan rohani
3.    Latihan ketaatan

J. SEJARAH PERKEMBANGAN PAK
1.      Sejarah Pendidikan Agama Kristen di Indonesia Sejak Tahun 1955
 Pendidikan Agama Kristen mulai berkembang sejak kehadiran Prof. Dr. Elmer G. Homrighausen ke Indonesia pada tahun 1955. Inilah awal sejarah dimana periode pendidikan agama Kristen modern ditanggalkan. Yang pertama, Konferensi Studi Pendidikan Agama Kristen di Sukabumi pada tahun 1955, kedua, akan ditelusuri tempat dampak utama dari ceramah Homrighausen atas teori dan praktek Pendidikan Agama Kristen di Indonesia. Ketiga, usaha meredakan ketegangan kreatif antara pendidikan agama Kristen dan pembinaan warga jemaat, dan refleksi terhadap teori dan praktek Pendidikan Agama Kristen di Indonesia pada masa depan.
2.      Konferensi Studi Pendidikan Agama Kristen Sukabumi tahun 1955
A.    Latar Belakang Homrighausen
          Homrighausen lahir pada tahun 1900 dan dibesarkan dalam keluarga Kristen Amerika yang berbahasa Jerman. Orang tuanya aktif dalam jemaat gereja Reformasi dan mengamalkan iman itu dalam urusan rumah tangga. Sesudah tamat dari perguruan tinggi dan sekolah teologi ia ditakhbiskan pendeta dalam Gereja Reformasi yang berasal dari Jerman.
3.      Konferensi Studi Pendidikan Agama Kristen
Panitia konferensi sangatlah bijaksana memilih Dr. Homrighausen, diundang untuk memperkenalkan ilmu dan praktek Pendidikan Agama Kristen kepada para pemimpin persekutuan Kristen di Indonesia. Pengertian Homrighausen sangatlah berbeda dengan para teolog atau pemikir pendidikan agama Kristen sebelumnya yang pernah diundang sebagai pembicara, ia dimasukkan ke dalam kelompok ahli teologi yang menolak baik teologi ortodoks yang kaku, maupun liberal.
4.      Dampak Kuliah Homrighausen atas Perkembangan Pendidikan Agama Kristen di Indonesia.
             Salah satu dampak dari pemikiran Homrighausen adalah memperkuat langkah-langkah oikumenis yang sudah diprakarsai dalam pelayanan Pendidikan Agama Kristen. Membangun di atas pikiran Homrighausen, Dewan Gereja-gereja di Indonesia (DGI) memberlakukan pembentukan panitia Pendidikan Agama Kristen pada tahun 1958, yang kemudian orang mulai semakin sadar akan kontradiksi yang hidup dalam pangkuan DGI. Dalam perkembangan kemudian, perhatian pada pendidikan warga gereja, agar fungsional dalam tugas sehari-hari di tengah masyarakat mendorong gereja-gereja di Indonesia untuk mendirikan “Akademi Leimena”.Akademi ini, selain menjadi pusat pengkajian berbagai permasalahan tentang gereja dalam hubungannya dengan masyarakat (politis, ekonomis, sosial-budaya, hukum, pendidikan dan agama), lembaga ini juga menjadi wadah PAK.
 4. Pelayanan Pendidikan Agama Kristen bagi Anak-anak
           Salah satu saran lagi dari Konferensi PAK di Sukabumi pada tahun 1955, dan kebutuhan yang sangat mendesak bagi kurikulum Sekolah Minggu yang bertitik tolak dari keadaan Indonesia bertemu ketika Komisi Pendidikan Agama Kristen (KOMPAK) DGI. Oleh karena keyakinan bahwa pendidikan agama Kristen paling mendalam dialami dalam suatu persekutuan yang beribadah, hasil konferensi ini adalah “mengajak, membantu, menghantar seseorang untuk mengenal kasih Allah yang nyata dalam Yesus Kristus, sehingga dengan pimpinan Roh Kudus, ia datang kedalam suatu persekutuan hidup pribadi dengan Tuhan. Hal ini dinyatakan dalam kasihnya kepada Allah dan sesamanya manusia yang dihayatinya dalam kehidupan sehari-hari, baik dengan kata-kata maupun dengan perbuatan selaku anggota Tubuh Kristus.”
            Melalui PGI (DGI) dan konferensi-konferensi, para pemimpin berusaha menyadarkan jemaat-jemaat akan pelayanan Sekolah Minggu sebagai bagian integral dari rencana asuhan Kristen gereja. Namun “… kenyataan menunjukkan bahwa gereja belum sepenuhnya memahami peranan dan tanggung jawabnya atas pendidikan agama Kristen bagi anak-anak”.
5.      Kurikulum Pendidikan Agama Kristen di Sekolah-sekolah
            Sesuai dengan jati diri Republik Indonesia sebagai Negara pancasila, maka fokus agama sudah masuk ke dalam kurikulum wajib di sekolah-sekolah sejak dasarwarsa 50-an. Peraturan pelaksanaannya disempurnakan terus tanpa mengubah keharusan adanya nilai agama dalam rapor setiap anak didik yang duduk pada bangku Sekolah Dasar, sampai akhir SLTA. “pendidikan agama wajib diberikan walaupun dari suatu golongan agama hanya ada seorang pelajar” (Instruksi 1967). Para pemimpin dari setiap agama ditugaskan menyusun kurikulumnya, tetap pemerintah yakni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan Departemen Agama yang akan menyetujuinya serta menentukan persyaratan untuk melaksanakannya.
6.      Hakikat Pendidikan Agama Kristen di Indonesia
a.      Pendidikan
Istilah pendidikan merupakan terjemahan dari kata “education” yang berasal dari kata bahasa Latin, kata “ducere” yang berarti membimbing (to lead), ditambah awalan “e” yang berarti keluar (out). Jadi arti dasar dari pendidikan adalah suatu tindakan untuk membimbing keluar. Seorang tokoh pendidikan bernama, A.N Whitehead mendefinisikan pendidikan sebagai bimbingan kepada individu menuju pemahaman dari seni kehidupan. Seni kehidupan diartikan sebagai pencapaian yang paling lengkap dari berbagai aktivitas yang menyatakan potensi-potensi dari makhluk hidup berhadapan dengan lingkungan yang aktual.
b.      Agama (wi)
Jika benar bahwa pendidikan secara mutlak adalah usaha mencapai suatu ekspresi dari keinginan manusia, maka semua pendidikan yang baik dapat bersifat religius. Ada hal yang khas dalam pendidikan agama, yang memberinya fungsi yang khusus dalam hubungannya dengan pendidikan secara umum. Harus diakui bahwa berbagai definisi tentang agama disebabkan oleh dua hal.Pertama, adanya tradisi agama yang bermacam-macam. Kedua, adanya disiplin akademik yang bermacam-macam yang berusaha memahami fenomena agama tersebut. Sebagai contoh, ahli-ahli antropologi, sosiologi, psikologi dan ilmu lainnya. Groome mencoba mendefinisikan agama sebagai “pencarian manusia terhadap yang transenden dimana hubungan seseorang dengan suatu dasar dengan keberadaan yang mutlak dibawa ke dalam kesadaran dengan itu diberi ekspresi (perwujudan)”.
         Unsur yang lain yang terdapat dalam definisi itu adalah “pencarian manusia”. Manusia pada dasarnya selalu mencari yang transenden (yang supranatural), secara teologis maka hal ini disebut “kesadaran religius” yakni kesadaran akan adanya sesuatu yang dianggap supranatural. Hal ini disebabkan karena manusia pada hakikatnya diciptakan Allah menurut gambarNya. Dengan kata sifat agamawi, maka ia menunjuk kepada kekhususannya, dan dengan kata benda “pendidikan” ia menunjuk kepada kebersamaannya dengan semua pendidikan.







=============lasi==================



BAB III
PENUTUP
A . Kesimpulan
Pendidikan itu dimulai sejak agama muncul dalam kehidupan manusia. Anak-anak adalah anugrah yang harus didik oleh orang tua dan Guru agar dapat bertumbuh dalam Iman akan Yesus Kristus. Selain dalam lingkungan keluarga pendidikan agama juga harus berlangsung dalam lingkungan Jemaat dan juga dalam lingkungan sekolah. Pendidikan Kristen memiliki peranan yang sangat penting dalam menanamkan kepada semua orang dan terutama anak-anak iman Kristen agar anak-anak dapat berumbuh. Namun dalam pendidikan kadang mendapatkan masalah dan kendala sehingga dalam dunia pendidikan khususnya Pendidikan Agama Kristen untuk Anak memerlukan metode. Metode merupakan cara dalam mengajarkan PAK yang efektif dan efisisen. Metode dalam PAK pada Murid/anak didik sudah ada sejak masa PL dan juga PB. Dalam PL metode yang digunakan adalah pengajaran dilakukan secaara berulang-ulang dan dalam PB hal itu dilanjutkan namun pusat pengajarannya terarah kepada Yesus Kristus. Mengajar merupakan amanat Agung Yesus Kristus. Dan metode atau cara PAK  mendidk anak murid dimaksudkan adalah memajukan dan mengembangkan pengajaran serta pelayanan kita kepada Anak yang berlandaskan Firman Tuhan (Alkitab). Dasar PAK dalam PL dapat kita lihat dalam Ulangan 6:4-9, Amsal 22:6, Mazmur 78:72. Isi pendidikan anak dalam PL  adalah Karya Allah dalam perjalanan hidup bangsa Israel. Dan dalam masa PB, Yesuslah yang menjadi materi utama. Dasar PAK dalam PB dapat kita lihat dalam Matius 18;6 dan Efesus 6:4.






























===========================lakiypenyusun=================================


DAFTAR  PUSTAKA

Fredrik Warwer, Model Pengumulan Pembeljaran Pak, 2011 
Ismail, Andar. Ajarlah Mereka Melakukan,Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2010
GP, Harianto.Teologi PAK, Surabaya: STT Bethany Surabaya, 2014
GP, Harianto.Pendidikan Agama Kristen dalam Alkitab dan Dunia Pendidikan Masa Kini,Yogyakarta: ANDI, 2012











Penyusun: lakiek silip, SE


Komentar

Posting Komentar